HIV
adalah singkatan dari Human Immunideficiency Virus, yaitu sejenis virus
yang menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel-sel darah putih dalam tubuh, sehingga jumlah sel
darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi
melemah. Padahal, fungsi sel darah putih adalah sebagai pelindung tubuh dari
serangan luar, seperti kuman, virus atau penyakit yang masuk ke dalam tubuh.
Selain itu, sel darah putih berfungsi memproduksi zat antibodi untuk membasmi
serangan-serangan dari luar tadi. Bahkan sel darah putih mampu memproduksi
antibodi yang dapat melindungi tubuh seumur hidup.
AIDS
adalah sebuah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrom, suatu
gejala menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang. AIDS disebabkan oleh virus
HIV (Human Immunideficiency Virus) yang sampai sekarang belum dapat
diketahui asal-usulnya.
AIDS
(Acquared Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang terdiri
dari kumpulan gejala kelumpuhan daya tahan tubuh yang didapat akibat
berkurangnya daya tubuh pasien yang menderita penyakit AIDS akan lebih mudah
terkena berbagai infeksi, karena infeksi tersebut disebabkan etiologic agent
(penyebab infeksi) yang biasanya tidak merusak individu dengan sistem daya
tahan tubuh normal. AIDS
juga merupakan penyakit relatif baru yang ditandai dengan adanya kelainan yang
kompleks dalam sistem pertahanan seluler tubuh dan menyebabkan korban menjadi
sangat peka terhadap mikroorganisme.
Infeksi yang sering
ditemukan adalah Pneumocytis Carinii Pneumonia (PCP) yaitu suatu infeksi
paru-paru yang sangat parah yang disebabkan pneumocarinii, disamping itu pasien
AIDS dapat dengan mudah terkena sejumlah keganasan kanker yang khusus dan
jarang ditemukan yaitu sarkoma kaposi sejenis kanker kulit (http://www.kpa.com, diakses tanggal 19/8/2009
jam 14.30 WIB).
2.1.1
Gejala – gejala
Gejala penyakit AIDS dapat ringan sampai berat
bahkan di Amerika Serikat ditemukan ratusan ribu orang yang dalam darahnya
mengandung virus AIDS tanpa gejala klinis (Carrier).
Pasien dengan gejala klinis ringan disebut Aids Related Complex
(ARC). Pasien ARC paling sedikit mempunyai dua kelainan laboratorium (persisten
generalized lymphadenopathy syndrome) dan dua gejala klinis : Gejala klinisnya antara lain :
a.
Pembesaran-pembesaran kelenjar getah bening non inguinal
b.
Penurunan berat badan lebih dari 10%
c.
Panas lebih dari 300 C intermitten atau terus menerus
d.
Diare yang menetap
e.
Lemah dan panpe lambat
f.
Peningkatan komnpleks lama dalam darah.
2.1.2
Penyebab
Penyakit
ini disebabkan oleh virus HIV (Human Imunodefeciency Virus) HIV sebelumnya
dikenal dengan nama Human T-Cell Lymphotroic virus III (HTLV-III) atau
Lymphadeophaty Associated Virus (LAV) karena virus lain merupakan penyebab AIDS
maka namanya diganti menjadi HIV. HIV A pada tubuh manusia dapat ditemukan
didalam darah, sel beaemarrow, ciran spinal, jaringan otak, kelenjar limpha
plasma bebas sel, saliva, cairan sperma vagina, air seni dan air mata.
2.1.3
Etiologi
HIV
adalah virus RNA dan merupakan parasit intrasel dlam bentuknya yang asli ia
merupakan partikel yang inert tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia
masuk ke dalam sel host (Sel target) sel target virus HIV adalah sel
limphosit-T karena mempunyai reseptor untuk virus HIV yang dsebut CD-4 misalnya
sel makrofag, sel otak tertentu, sel usus dan sel monosit.
Setelah HIV masuk ke
dalam target ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzim yang dibawanya ia
merubah bentuk RNA menjadi DNA agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA
sel target dari DNA sel target yang telah terinfeksi akan diproduksi virus HIV
baru yang berpotensi untuk menginfeksi sel target yang baru dan berlangsung
seumur hidup sel. Sel limphosit-T dalam tubuh mempunyai fungsi yang penting
sebagai daya tahan tubuh, akibat terinfeksi oleh virus HIV sistem immun rusak
akibatnya daya tahan tubuh berkurang atau hilang, maka tubuh akan mudah terkena
penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Protozoa dan jamur dan juga mudah
terkena penyakit kanker dan banyak diantaranya pasien yang terkena HIV
meninggal karena penyakit lain yang dideritanya.
Masa inkubasi virus
HIV menyerang sangatlah lama jarak dari masuknya virus HIV ke tubuh sampai
terjadinya AIDS bisa lima tahun atau lebih, dengan masa inkubasi yang lama ini
akan memungkinkan bagi pasien yang telah tertular HIV tidak menyadarinya hingga
mereka menderita Full Glow AIDS (Budimulja, U dan
Judanarso, J. 2002 Acquired Immuni
Deficiency Syndrome/ AIDS)
2.1.4
Klasifikasi
Diawal
perkembangan penyakit AIDS dibagi menjadi 3 kategori : Kategori A atau Full
Glow AIDS, Kategori B atau AIDS Related Condition (ARC) dan
Kategori C atau Asymptomatik Infektion
Tapi sekarang kategori tersebut sudah tidak digunakan
lagi sejak tahun 1988 telah digunakan klasifikasi baru yang lebih menggambarkan
perjalanan dan patofisiologi infeksi HIV secara keseluruhan penyakit ini
disebut “Penyakit Infeksi HIV” yang diklasifikasi sebagai berikut :
a.
Group I
Penyakit
infeksi akut (Acuta Infection Illness) atau penyakit perubahan serologik
(Seroconversion Illnes) diawali dengan masuknya virus HIV sampai terjadinya
virus itu dari negatif berubah menjadi
positif atau disebut “Window Period”, lama window period antara 15 hari sampai
3 bulan – 6 bulan pada penyakit virus lamanya bila antibodi positif berarti
dalam tubuh ada zat anti yang dapat melawan infeksi virus yang sama pada masa
berikutnya, tetapi pada penyakit infeksi virus HIV ini berbeda, adanya zat anti
dalam tidak berarti bhawa badan telah dapat melawan infeksi HIV tetapi berarti
bahwa dalam tubuh terdapat virus HIV.
b.
Group II
Asymtomatic
Infection, ini berarti bahwa dalam tubuh orang itu terdapat virus HIV positif
tetapi tubuh tidak menunjukkan adanya gejala-gejala menderita penyakit infeksi
tersebut. Keadaan tanpa gejala dapat berlangsung lama 5 tahun atau lebih,
penderita yang tampak sehat ini dapat menularkan atau menyebarkan virus yang
dikandungnya kepada orang lain.
c.
Group III
Pembesaran
kelenjar limpa yang menetap dan merata (Persistent Glarolized lympha denophaty)
fase ini ditandai dengan adanya pembesaran kelenjar lympa tidak hanya satu
tempat yang berlangsung lebih dari satu bulan.
d.
Group IV
Keadaan yang disertai dengan
adanya penyakit lain
1)
IVA à Penyakit Konstitusional
2)
IVB à Penyakit Syaraf
3)
IVC1àPenyakit infeksi sekunder yang
tercantum dalam daftar penyakit dari Ceatres for disease Control (CDC) dalam
defimisi AIDS
4)
IVC2 à Penyakit sekunder khusus
5)
IVD à kanker sekunder
6)
IVE à Keadaan-keadaan lain
2.1.5
Cara penularan
Penularan penyakit ini
melalui empat cara yaitu :
a.
Hubungan seksual
Penularan
melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual dimana terjadi
mikrolesi, sehingga darah atau cairan dari penderita HIV positif mengandung
virus HIV dapat masuk ke dalam darah calon penderita, oleh karena itu orang
yang sering berhubungan seksual dengan berganti-ganti partner merupakan
kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV, mereka ini termasuk
kaum homoseksual yang biasanya sering berganti partner, WTS dan para hidung
belang.
b.
Parenteral, melalui darah / produk darah
Penularan
melalui parenteral semula diketahui pada orang-orang yang menyalahgunakan obat
secara suntikan intra vena (intra verous Dng
user) IVDU, masyarakat IVDU sering salah pinjam obat suntik, bila salah satu
dinatara mereka HIV positif, maka penularan terjadi. Selain itu banyak juga
orang yang HIV positif menyumbangkan darahnya untuk keperluan transfusi tidak
hanya itu menyumbangkan darah juga untuk keperluan / kepentingan pemeriksaan
misal pada penderita kelainan darah seperti hemofilli selain itu penularan
melalui darah bisa juga terjadi di laboratorium pada saat pembedahan dan
sebagainya.
c.
Perinatal
Penularan
melalui ibu mungkin dapat terjadi sewaktu kehamilan, sewaktu melahirkan dan
sewaktu menyusui atau transplansental pada saat ibu hamil.
d.
Ibu Hamil yang mengidap HIV/AIDS kepada bayinya dalam kandungan
2.1.6
Pemeriksaan Khusus
a.
Hitung sel darah, laju endap darah (LED), immunoglobulin
b.
Biopsi kelenjar lympa
c.
Biakan virus dan pemeriksaan mikrobiologi lain
d.
Broncochopy untuk pneumositis dan mikrobacter luar
e.
Aspirasi sumsum tulang
f.
Endoscopy
2.1.7
Pengobatan
a.
Yang pertama dilakukan ialah pengobatan terhadap
penyakit-penyakit yang menyertai infeksi HIV, setelah ditemukannya virus
penyebab maka dilakukan pendekatan pengobatan untuk melenyapkan virus dari
tubuh.
b.
Untuk penyakit-penyakit penycota telah ada pengobatan baik yang spesifik
maupun umum dan ini hanyal bersifat sebagai pengobatan simptomatik.
Untuk menghambat atau menghentikan pertumbuhan / pembelahan
virus itu telah berhasil menemukan zidovidum (azidothymidin / AZT) Dideoxycytin
(DOC) dan Dideoxynosin (DDI) dan diyakini obat tersebut dapat menghambat
perkembangan penyakit infeksi HIV menuju ke group yang lebih berat serta dapat
memperpanjang usia / umur pasien, walaupun belum dapat membasmi secara tuntas
diharapkan ini merupakan titik terang ke arah selanjutnya.
2.1.8
Pencegahan
Dengan ditemukannya HIV pada waktu ini
sedang diusahakan pembuatan vaksin. Tetapi, melihat pengalaman pembuatan vaksin
hepatitis B yang memerlukan waktu kurang lebih 17 tahun, untuk hal ini masih
diperlukan waktu yang lama.
Cara transmisi virus AIDS ini berlangsung
melalui hubungan seksual, menggunakan jarum suntik bersama dan sebagian kecil
melalui transfusi darah maupun komponen darah. Oleh karena itu ada beberapa
cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit.
a.
Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang
diketahui menderita AIDS dan orang yang sering menggunakan obat bius secara
intravena.
b.
Mitra seksual multiple atau hubungan seksual dengan orang
yang mempunyai banyak teman kencan seksual, memberikan kemungkinan lebih besar
mendapat AIDS.
c.
Cara berhubungan seksual yang dapat merusak selaput
lendir rektal, yang dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan AIDS. Senggama
anal pasif yang pernah dilaporkan pada beberapa penelitian menunjukkan korelasi
tersebut. Walaupun belum terbukti, kondom dianggap salah satu cara untuk
menghindari penyakit kelamin, cara ini masih merupakan anjuran.
d.
Kasus AIDS pada orang yang menggunakan obat bius
intravena dapat dikurangi dengan cara memberantas kebiasaan buruk tersebut dan
melarang penggunaan jarum suntik bersama.
e.
Semua orang yang tergolong berisiko tinggi AIDS
seharusnya tidak menjadi donor. Di AS soal ini sudah dipecahkan dengan adanya
penentuan zat anti AIDS dalam darah melalui cara Enzyme Linked Immuno Sorbent
Assay (ELISA). Di RSCM Sub Unit Hematologi Unit Penyakit Dalam uji ini sudah
dapat dikerjakan.
(Budimulja,
U dan Judanarso, J. 2002 Acquired
Immuni Deficiency Syndrome/ AIDS)
No comments:
Post a Comment