Sunday 26 June 2016

Sectio Caesarea

Sectio Caesarea
Sectio caesarea merupakan tindakan konservatif dalam kebidanan. Sectio caesarea terasa makin meningkat sebagai tindakan akhir dari berbagai kesulitan dalam menolong persalinan. Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar sectio caesarea adalah pesalinan lama sampai persalinan terlambat, ruptura uteri iminen, gawat janin, janin besar melebihi 4000 gram dan perdarahan ante partum(1).
Sectio caesarea adalah prosedur operasi untuk melahirkan bayi melalui sayatan pada dinding perut dan uterus (2) .
Operasi sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram(3).
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus(5).
Dalam Operasi Sectio Caesar, ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu per satu, sehingga jahitannya berlapis-lapis(19).



        Jenis Operasi Sectio Caesarea
   Abdomen (Sectio caesarea abdominalis)
1.             Sectio caesarea transperitonealis
2.             Sectio caesarea klasik (corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira- kira 10 cm.
Kelebihan :
a.       Mengeluarkan janin lebih cepat
b.      Tidak mengakibatkan kandung kemih tertarik
c.       Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a.       Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik.
b.      Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan(16).
3.             Sectio caesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
a.         Penjahitan luka lebih mudah
b.        Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c.         Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
d.        Perdarahan kurang
e.         Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan rupture uteri spontan kurang / lebih kecil.
Kekurangan :
a.         Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan arteri uterine putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak
b.        Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi(16).   
4.             Sectio caesarea ekstraperitonealis
Tanpa membuka peritoneum  parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal(16).
5.             Sectio caesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan sebagai berikut :
a.       Sayatan memanjang ( longitudinal ) menurut kroning
b.      Sayatan melintang ( tranfersal ) menurut Kerr
c.       Sayatan huru T ( T- incition )
Sectio Caesaria ekstra peritonealis dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi nifas, dengan kemajuan terhadap terapi infeksi. Teknik ini tidak lagi dilakukan krena tekniknya sulit, juga sering terjadi ruptur nperitoneum yang tidak dapat dihidarkan(16).



2.3         Teknik Sectio caesarea
1.      Sectio caesarea primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan janin akan dilahirkan secara Sectio caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa. Misalnya pada panggul yang sempit (CV kecil dari 8 cm) (8)
2.      Sectio caesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan Sectio caesarea(8).
3.      Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section)
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami Sectio caesarea (previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan Sectio caesarea ulang(8).
4.      Sectio caesarea Histerektomi (Caesarean section hysterectomy)
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi(8).
5.      Operasi Porro (Porro Operation)
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat(8).
6.      Sectio caesarea pastmortem (postmortem caesarean section)
Adalah Sectio caesarea segera pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup(8).


7.      Sectio Caesarea klasik atau corporal
Incise memanjang pada segmen atas Uterus(8).
8.      Sectio Caesarea transperitonealis profunda
incise pada segmen bawah  rahim. Tehnik ini paling sering dilakukan(8).
9.      Sectio Caesarea extra peritonealis
Rongga peritoneum tidak dibuka. Dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang dilakukan(8).
10.  Caesarean Section Hysterectomy
Setelah section caesarea dikerjakan hysterektomi dengan indikasi : atonia uteri, placenta accrete, myoma uteri, infeksi intra uterin yang berat(8).
  Buka dinding perut dengan 2 cara pilihan
a.      Insisi Vertikal
1.      Keuntungan :
a)      Akses ke rongga abdomen dan uterus lebih baik
b)      Perdarahan lebih sedikit
c)      Orientasi ke bagian atas dan bawah menjadi lebih mudah
d)     Waktu operasi lebih singkat(2)
2.      Keterbatasan :
a)          Resiko dehiscence dan hernia lebih tinggi karena pasokan darah kurang baik
b)          Kurang kosmetik(2).


3.      Cara insisi vertikal
a)      Buat 2-3 cm insisi vertikal pada fascia
b)      Gunakan Forceps atau koher untuk memegang tepi sayatan fascia, angkat dengan menggunakan gunting, perluas sayatan keatas dan bawah.
c)      Pisahkan musculus rectus abdominalis secara tumpul.
d)     Gunakan jari untuk menembus peritoneum dekat umbilicus
e)      Perluas sayatan peritoneum dengan gunting kebagian atas dan bawah sehingga uterus ditampakan dengan jelas.
f)       Sayat plika vesiko uterina dan segmen bawah rahim hingga menembus rongga uterus(2).
b.      Insisi transversal
1.      Keuntungan :
a)      Lebih kosmetik
b)      Insiden hernia lebih kecil(2)
2.      Keterbatasan
a)      Waktu operasi lebih lama (terutama yang kurang berpengalaman)
b)       Perdaran lebih banyak
c)      Terbatasnya akses kebagian atas dan bawah rongga abdomen (2)
3.      Cara insisi transversal
a)      Buat insisi transversal pada kulit perut, sekitar 3 cm dibawah garis diantara kedua spina iliaka anterior superior. Panjang insisi sekitar 16-18 cm.
b)      Perdalam insisi dibagian tengah ( 3-4 cm ) menembus lemak bawah kulit hingga kelapisan fascia musculus rectus.
c)      Buat sayatan transversal pada fascia musculus rectus kemudian perlebar ke lateral kiri dan kanan.
d)     Masukkan jari diantara musculus rectus dan pisahkan otot tersebut untuk menampakkan peritoneum.
e)      Buka peritoneum parietalis dengan ujung jari kemudian perlebar ke lateral. (2)

     Indikasi sectio caesarea
       Maternal
1.             CPD / panggul sempit absolut
2.             Persalinan Abnormal
3.             Sectio caesarea ulangan dengan indikasi yang sama
4.             Perdarahan antepartum
5.             Obstruksi jaringan lunak
6.             Kegagalan induksi paesalinan
7.             Tumor –tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
8.             Stenosis serviks / vagina
9.             Plasenta previa
10.         Ruptura uteri membakat(2).
        Bayi
1.      Persistent fetal distress
2.      Malpresentasi
3.      Postmaturitas dan gawat janin (induksi persalinan)
4.      Hamil kembar / Ganda
5.      Prolapsus tali pusat ( anak Hidup)(2).
       Indikasi Absolut
Adalah setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana, yaitu (5):
1.      Kesempitan panggul yang sangat berat
2.      Neoplasma yang menyumbat jalan lahir
     Indikasi relatif
Adalah kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat section caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya(5).

Kontra Indikasi Sectio Caesaria
Pada umumnya sectio caesaria tidak dilakukan pada :
1.             Janin mati
2.             Syok, anemia berat, sebelum diatasi.
3.             Kelainan kongenital berat ( monster )
4.             Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan
5.             Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk caesarea extraperitoneal tidak tersedia
6.             Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya tidak menguntungkan bagi pembedahan, atau
7.             Kalau tidak tersedia tenaga asisten yang memadai(5).

       Penyebab Operasi Caesar
            Faktor Janin
1.      Bayi terlalu besar
2.      Kelainan letak
a.       Letak Sungsang
Risiko bayi lahir sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih besar dibandingkan lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena itu, biasanya langkah terakhir untuk mengantisipasi hal terburuk karena persalinan yang tertahan akibat janin sungsang adalah operasi. Namun, tindakan operasi untuk melahirkan janin sungsang baru dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu posisi janin yang berisiko terjadinya “macet” ditengah proses persalinan. (23)
b.      Letak Lintang
Penanganan untuk kelainan letak lintang ini juga sifatnya sangat individual. Apabila dokter memutuskan untuk melakukan tindakan operasi, sebelumnya sudah memperhitungkan sejumlah faktor demi keselamatan ibu dan bayinya. Mengapa janin letak lintang ?. kelainan letak lintang dapat disebabkan oleh banyak faktor baik janinnya sendiri maupun keadaan ibu. Di antaranya, adanya tumor di jalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plasenta previa, cairan ketuban yang banyk, kehamilan kembar, dan ukuran janin. Keadaan ini menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam jalan lahir. Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan ini dapat mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan pada otak janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan operasi untuk mengeluarkannya. (23)
3.      Ancaman gawat janin ( fetal distress )
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi(23).
4.      Janin Abnormal
Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan hidrosephalus, dapat menyebabkan dokter memutuskan dilakukan operasi(23).
            Faktor Plasenta
Ada beberapa kelainan plesenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi.
1.      Plasenta previa
2.      Plasenta lepas
3.      Plasenta accrete
4.      Vasa previa(5)
             Faktor kelainan tali pusat
1.      Prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung )
2.      Terlilit tali pusat
             Faktor Ibu
1.      Usia
2.      Tulang Panggul
3.      Persalinan sebelumnya dengan operasi caesar
            Faktor hambatan jalan lahir
             Kelainan kontraksi rahim
            Ketuban pecah dini
             Rasa takut kesakitan(5).


         Komplikasi Sectio caesarea
       Pada Ibu
Telah dikemukakan bahwa dengan kemajuan tehnik pembedahan, dengan adanya antibiotika, dan dengan persediaan darah yang cukup, sectio caesarea sekarang jauh lebih aman daripada dahulu. Angka kematian di Rumah Sakit dengan fasilitas yang baik dan tenaga-tenaga yang kompeten kurang dari 2 per 1000. (23)
       Pada Bayi
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik di negara-negara dengan pengawasan antenatl dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4 dan 7 %. (23)
        Komplikasi-komplikasi lain yang bisa timbul adalah :
1.      Perdarahan
2.      Infeksi Puerpural
3.      Luka kandung kencing, embolisme paru-paru
4.      Alergi (11)

         Resiko Persalinan Secara Sectio Caesaria
Resiko persalinan secara Sectio Caesaria dibagi menjadi(30) :
       Resiko Jangka Pendek
a.             Infeksi pada bekas jahitan
Infeksi luka akibat sectio caesaria berbeda dengan luka persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah dilihat, sedangkan luka akibat sectio Caesaria besar dan berlapis-lapis. Untuk diketahui, ada sekitar 7 lapisan mulai dari dinding perut sampai dinding rahim, yang setelah operasi selesai, masing-masing lapisan dijahit tersendiri, jadi bisa ada 3-5 lapisan jahitan. Bila penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih mudah terjadi infeksi sehingga luka menjadi lebih parah. Bukan tidak mungkin dilakukan penjahitan ulang. (13)


b.             Infeksi Rahim
Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah terkena infeksi sebelumnya, misalnya mengalami pecah ketuban. Saat dilakukan operasi, rahimpun terinfeksi. Apalagi jika antibiotik yang digunakan tidak cukup kuat. (13)
c.             Keloid
Keloid atau jaringan parut mincul pada organ tertentu karena pertumbuhan berlebihan. Sel-sel pembentuk organ tersebut, ukuran sel meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut. Perempuan yang kecenderungan keloid tiap mengalami luka niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas operasinya.
d.            Cedera pembuluh darah
Pisau atau gunting yang dipakai dalam operasi berisiko mencederai pembuluh darah, misalnya tersayat. Kadang cedera terjadi pada penguraian pembuluh darah yang lengket. Ini adalah salah satu sebab mengapa darah yang keluar pada persalinan sectio caesaria lebih banyak dibandingkan persalinan normal. (13)
e.             Cedera pada kandung kemih
Kandung kemih letaknya pada dinding rahim. Saat Sectio Caesaria dilakukan, organ ini bisa saja terpotong. Perli dilakukan operasi lanjutan untuk memperbaiki kandung kemih yang cedera tersebut.(13)


f.              Perdarahan
Perdarahan tidak bisa dihindari dalam proses persalinan. Namun, darah yang hilang lewat sectio caesaria dua kali lipat dibandingkan persalinan normal(13)
g.             Air ketuban masuk dalam pembuluh darah
Selama sectio caesaria berlangsung, pembuluh darah terbuka. Ini memungkinkan komplikasi berupaa masuknya air ketuban ke dalam pembuluh darah ( embolus ). Bila embolus mencapai paru-paru, terjadilah apa yang disebut pulmonary embolism, jantung dan pernafasan ibu bisa berhenti secara tiba-tiba. Terjadilah kematian mendadak. (13)
h.             Pembekuan darah
Pembekuan darah dapat  terjadi pada urat halus di bagian kaki atau organ panggul. Jika bekuan ini mengalir ke paru-paru, terjadilah embolus.
i.               Kematian saat persalinan
Beberapa penelitian menunjukkan, angka kematian ibu pada sectio caesaria lebih tinggi dibandingkan persalinan normal. Kematian umumnya disebabkan karena kesalahan pembiusan, atau perdarahan yang tidak ditangani secra tepat. (13)
j.               Kelumpuhan kandung kemih
Usai sectio Caesaria, ada kemungkinan ibu tidak tidak bisa buang air kecil karena kandung kemihnya kehilangan daya gerak ( lumpuh ). Ini terjadi karena saat proses pembedahan kandung kemih terpotong. (13)
k.             Hematoma
Hematoma adalah perdarahan pada rongga tertentu, jika ini terjadi selaput disamping rahim akan membesar membentuk kantung akibat pengumpulan darah yang terus menerus. Akibatnya fatal, yaitu kematian ibu. Sebenarnya, kasus ini juga bisa terjadi pada persalinan normal. Tetapi mengingat resiko perdarahan pada sectio caesaria lebih tinggi, risiko hemetoma pun lebih besar. (13)
l.               Usus terpilin
Sectio caesaria mengakibatkan gerak peristaltik usus tidak bagus, kemungkinan karena penanganan yang salah akibat manipulasi usus, atau perlekatan usus saat mengembalikannya ke posisi semula. (13)
m.           Keracunan darah
Keracunan darah pada sectio caesaria dapat terjadi karena sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi. Ibu yang di awal kehamilan mengalami infeksi bawah rahim, berarti air ketubannya sudah mengandung kuman. Jika ketuban pecah dan didiamkan, kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk karena bernanah. Selanjutnya kuman masuk ke dalam pembuluh darah ketika operasi berlangsung, dan menyebar keseluruh tubuh. Keracunan darah yang berat dapat menyebabkan kematian ibu. (13)


       Risiko Jangka Panjang
a.             Masalah psikologis
Berdasarkan penelitian, perempuan yang mengalami Sectio caesaria mempunyai perasaan negatif usai menjalaninya ( tanpa memperhatikan kepuasan hasil operasi ). Depresi pasca persalinan juga masalah yang sering muncul. Beberapa mengalami reaksi stess pascatrauma berupa mimpi buruk, kilas balik, atau ketakutan luar biasa terhadap kehamilan. Masah psikologis ini lama-lama kan mengganggu kehidupan rumah tangga atau menyulitkan pendekatan terhadap bayi. Hal ini muncul jika ibu tidak siap menghadapi operasi. (8)
b.             Perlekatan organ bagian dalam
Penyebab perlekatan organ bagian dalam pasca sectio caesaria adalah tidak bersihnya lapisan permukaan dari noda darah. Terjadilah perlengketan yang menyebabkan rasa sakit pada panggul, masalah pada usus besar, serta nyeri pada saat melakukan hubungan seksual. Jika kelak dilakukan sectio caesaria lagi, perlekatan yang menimbulkan kesulitan teknis hingga melukai organ lain, seperti kandung kemih atau usus. (8)
c.             Pembatasan kehamilan
Dulu, perempuan yang pernah mengalami sectio caesaria hanya boleh melahirkan lebih dari itu, bahkn smpai 5 kali. Tapi risiko dan komplikasi lebih berat.(8)


        Risiko Persalinan Selanjutnya
a.             Sobeknya jahitan rahim
Ada 7 lapisan jahitan yang dibuat saat sectio caesaria. Yaitu jahitan pada kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim dan rahim. Jahitan rahim ini dapat sobek pada persalinan berikutnya.  Makin sering menjalani sectio caesaria makin tinggi risiko terjadinya sobekan. (8)
b.            Pengerasan plasenta
Plasenta bisa tumbuh ke dalam melewati dinding rahim, sehingga sulit dilepaskan. Bila plasenta sampai menempel terlalu dalam              ( sampai ke myometrium ), harus dilakukan pengangkatan rahim karena palsenta mengeras. Risikonya terjadi plasenta ini bisa meningkat karena sectio caesaria. (8)
c.             Tersayat
Ada dua pendapat sol kemungkinan tersayatnya bayi saat sectio caesaria. Pertama, habisnya air ketuban yang membuat volume ruang dalam rahim menyusut. Akibatnya, ruang gerak bayipun berkurang dan lebih mudah terjangkau pisau bedah. Kedua, pembedahan lapisan perut selapis demi selapis yang mengalirkan darah terus menerus. Semburan darah membuat janin sulit terlihat. Jika pembedahan dilakukan tidak hati-hati, bayi bisa tersayat di dalam kepala atau bokong. Terlebih dinding rahim sangat tipis. (8)


d.            Masalah pernafasan
Bayi yang lahir lewat sectio caesaria cenderung mempunyai masalah pernafasan yaitu nafas cepat dan tak teratur. Ini terjadi karena bayi tidak mengalami tekanan saat lahir seperti bayi yang lahir alami sehingga cairan paru-parunya tidak bisa keluar. Masalah pernafasan ini akan berlanjut hingga beberapa hari setelah lahir. (8)
e.             Angka APGAR rendah
Angka APGAR adalah angka yang mencerminkan kondisi umum bayi pada menit pertama dan menit ke lima. Rendahnya angka APGAR merupakan efek anestesi dari sectio caesaria, kondisi bayi yang stress menjelang lahir, atau bayi tidak distimulasi sebagaiman bayi yang lahir lewat persalinan normal. Berdasarkan penelitain, bayi yang lahir lewat sectio caesaria butuh perawatan lanjutan dan alat bantu pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi lahir normal(8).

Persiapan Operasi Sectio Caesarea
    Persiapan tempat
Pastikan bahwa :
a.             Ruang yang hangat dan bersih
b.             Air bersih dan mengalir
c.             Air DTT atau larutan klorin
d.            Tempat tidur yang bersih
e.             Penerangan yang cukup
f.              Meja atau troli untuk menaruh peralatan
   Persiapan alat
a.       Mulai dan akhiri tindakan dengan menghitung instrumen, alat- alat tajam, dan kasa :
1)      Lakukan penghitungan setiap ruang tubuh
2)      Catat pada rekam medis dan cocokkan sampai sesuai
b.      Memakai alat- alat tajam harus memperlihatkan “zona aman” juga pada waktu saling memindahkan / memberikan:
1)      Pergunakan bengkok untuk memberikan / menerima alat- alat tajam,
2)      Cara memberikan dengan ujung yang tumpul pada si  penerima
c.       Sesuaikan dengan prosedur tetap peralatan yang akan digunakan(6).
Menurut Manuaba  Persiapan alat operasi kebidanan tergantung dari jenis tindakan dengan memperhitungkan:
a.         Berdasarkan indikasi
b.        Berdasarkan keadaan (kondisi) penderita
c.         Tindakan yang paling tringan dan aman
d.        Penyulit operasi.(6)
    Persiapan penolong
a.        Masker
b.        Scort/ celemek
c.        Kacamata
d.       Alas kaki tertutup/ sepatu boot
e.        Cuci tangan :
1)             Lepaskan semua perhiasan
2)             Angkat tangna lebih tinggi dari siku, basahi tangan dan merata dan     pakai kllorheksisin, hibiskum, atau sabun.
3)             Mulai dari ujung jari dengan gerakan sirkuler kenakan seluruh busanya dan cuci: antara semua jari sela- sela dan telapak tangan, dari ujung jari, yang satu selesaikan sampai siku, baru pindah ke tangan yang lain
4)             Basuh tangan satu per satu secara terpisah, mulai dari ujung jari dan pertahankan tangan di atas siku terus menerus
5)             Cuci tangan selama 3- 5 menit
6)             Pergunakan handuk kecil steril setiap tangan. Usap dari ujung jari ke siku.
7)             Pastikan setelah cuci tangan tidak terkena kontka dengan objek objek yang tidak steril/ DTT. Jika kontak langsung ulang cuci tangan dari awal.(6)
    Persiapan Pasien
a.             Terangkan prosedur yang akan dilakukan pada pasien. Jika pasien tak sadar terangkan pada keluarganya.
b.             Dapatkan persetujuan tindakan medis
c.             Bantu dan usahakan pasien dan keluarganya siap secara mental
d.            Cek kemungkinan alergi dan riwayat medis lain yang diperlukan
e.             Siap contoh darah untuk pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah. Jika diperkirakan lapangan insisi dengan sabun dan air.
f.              Cuci dan bersihkan lapangan insisi dengan sabun dan air.
g.             Jangnlah mencukur rambut pubis karena hal ini dapat menambah resiko infeksi luka. Rambut pubis hanya dipotong/ dipendekkan kalau diperlukan.
h.             Pantau dan catat tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu)
i.               Berikan premedikasi yang sesuai
j.               Berikan antasid untuk mengurangi keasaman lambung (sodium sitrat 0,3% atau Mg trisilikat 300 mg)
k.             Pasang kateter dan pantau pengeluaran urin
l.               Pastikan semua informasi sudah disampaikan pada seluruh tim bedah(6).

    Trial Of Labor Setelah Sebelumnya pernah Dilakukan Sectio Caesarea
   Prasyarat
a.             Bekas insisi tunggal yang melintang dan pada bagian cervikal bawah uterus
b.             Indikasi untuk prosedur pertama bukan disproporsi.
c.             Harapan akan kelahiran dan persalinan yang mudah. (5)
    Kontraindikasi
a.             Bekas insisi vertikal tipe apapun
b.             Insisi yang tipenya tidak diketahui.
c.             Pernah sectio caesarea lebih dari satu kali.
d.            Saran untuk tidak melakukan trial of labor dari dokter bedah yang     melaksanakan pembedahan pertama.
e.             Panggul Sempit
f.              Presentasi abnormal, seperti presentasi dahi, bokong atau letak lintang.
g.             Indikasi medis untuk segera mengakhiri kehamilan, termasuk diabetes, toxemia gravidarum dan plasenta previa(5).
    Pedoman Penatalaksanaan Trial Of Labor
a.              Harus ada staf dokter
b.             Darah harus tersedia dan sudah dilakukan cross – matching.
c.              Ada monitoring fetal dan maternal baik secara elekronik maupun personal.
d.             Trial of labor dilakukan terus sampai terjadi kelahiran  per vaginam atau dikerjakannya sectio caesarea.
e.              Indikasi utama sectio caesarea adalah macetnya kemajuan persalinan, gawat janin, dan adanya kecurigaan ruptura dalam uterus.
f.              Oxytocin dapat digunakan untuk membantu persalinan pada kasus – kasus yang terpilih.
g.             Eksplorasi manual jaringan dalam uterus harus dilakukan setelah kelahiran selesai(5).

    Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan(14). Usia 20-30 tahun merupakan usia yang paling baik untuk hamil dan bersalin. Dalam kurun reproduksi sehat ini, sebagian besar wanita dapat menjalani masa kehamilan, persalinan dan nifas dalam kondisi yang optimal sehingga ibu dan bayinya dalam keadaan sehat(15).
Faktor umur si ibu mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Ibu yang berumur dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun sangat berisiko untuk persalinan patologis sebagai indikasi persalinan sectio caesaria. Kehamilan ibu dengan usia dibawah 20 tahun berpengaruh kepada kematangan fisik dan mental dalam menghadapi persalinan. Rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan kesehatan dan keselamatan janin dalam kandungan. Selain itu mental ibu belum cukup dewasa sehingga sangat meragukan pada ketrampilan perawatan diri ibu dan bayinya.  Bahaya yang dapat terjadi antara lain : bayi lahir belum cukup bulan, perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir ataupun setelah bayi lahir. Kebutuhan pertolongan medik, bila terdapat kelainan yaitu ; 1) janin tidak dapat lahir normal, biasa dengan tenaga ibu sendiri.2) Persalinan membutuhkan tindakan kemungkinan operasi sectio caesaria. 3) Bayi yang lahir kurang bulan membutuhkan perawatan khusus.
Sebaliknya usia ibu diatas 35 tahun atau lebih, dimana pada usia tersebut terjadi perubahan pada jaringan alat – alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu ada kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu. Bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ini adalah ;1) Tekanan darah tinggi dan pre-eklampsi. 2) Ketuban pecah dini yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai. 3) Persalinan tidak lancar atau macet. 4) Perdarahan setelah bayi lahir.  Kebutuhan pertolongan medik yang dilakukan adalah ; 1) Perawatan kehamilan teraturagar dapat ditemukan penyakit / faktor risiko lain secara dini dan mendapat pengobatan. 2) Pertolongan persalinan membutuhkan tindakan sectio caesaria.
Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah antara umur 20 – 35 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat sendiri bayi dan dirinya (Draper, 2001)
Menurut Depkes RI menyatakan bahwa ibu sebaiknya  hamil pada umur 20 – 35 tahun, karena masa tersebut merupakan masa yang aman untuk hamil alasanya, mulai umur 20 tahun rahim dan bagian –bagian lainya sudah benar – benar siap untuk untuk menerima kehamilan. Pada umur tersebut biasanya wanita sudah merasa siap untuk menjadi ibu. Dan sebaiknya tidak hamil pada usia >35 tahun, karena kesehatan tubuh  ibu sudah tidak sebaik pada umur 20 – 35 tahun, biasanya ibu sudah mempunyai dua anak atau lebih, kemungkinan memperoleh anak cacat lebih besar. Menurut Depkes RI  menyatakan bahwa kehamilan pada umur dibawah 20 tahun rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik, hingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan keracunan hamil, sedangkan kehamilan pada usia > 35 tahun kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik seperti pada umur 20 – 35 tahun sebelumnya, hingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan dan risiko cacat bawaan(24).
Tahun  2007  penelitian  Ginting  D di  Rumah  Sakit  dr.Pirngadi  Medan menerangkan  bahwa  kelompok  umur  20-35  tahun  memiliki  proporsi  tertinggi 79,3%(15).
Operasi sectio cesarean menurut Irmayanti di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Mei tahun 2010  mayoritas ibu bersalin dengan tindakan operasi sectio caesarea sebanyak 19 kasus(63,3%), berdasarkan usia terbanyak pada usia 20-35 tahun 14 kasus (46,7%).(15)
Sectio caesarea di RSUD Kelas B Subang tahun 2011 sebagian besar adalah pada usia diantara 20 – 35 tahun (77,2%).(6)
Sectio caesarea di RS PTPN VIII sebanyak 408 (56,6%) dari 721 persalinan. Sebagian besar pada usia diantara 20 – 35 tahun (83,3%).

   

No comments:

Post a Comment