Sectio Caesarea
Sectio caesarea merupakan tindakan konservatif dalam
kebidanan. Sectio caesarea terasa makin meningkat sebagai tindakan akhir dari
berbagai kesulitan dalam menolong persalinan. Indikasi klasik yang dapat dikemukakan
sebagai dasar sectio caesarea adalah pesalinan lama sampai persalinan
terlambat, ruptura uteri iminen, gawat janin, janin besar melebihi 4000 gram
dan perdarahan ante partum(1).
Sectio caesarea adalah prosedur operasi untuk
melahirkan bayi melalui sayatan pada dinding perut dan uterus (2) .
Operasi sectio
caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin di atas 500 gram(3).
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna
melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus(5).
Dalam Operasi Sectio Caesar, ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu
lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut,
lapisan luar rahim, dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian
dijahit lagi satu per satu, sehingga jahitannya berlapis-lapis(19).
Jenis
Operasi Sectio Caesarea
Abdomen
(Sectio caesarea abdominalis)
1.
Sectio
caesarea transperitonealis
2.
Sectio
caesarea klasik (corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada korpus uteri kira- kira 10 cm.
Kelebihan :
a.
Mengeluarkan janin lebih cepat
b.
Tidak mengakibatkan kandung kemih tertarik
c.
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a.
Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena
tidak ada reperitonealisasi yang baik.
b.
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi
rupture uteri spontan(16).
3.
Sectio
caesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan
melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira
10 cm.
Kelebihan :
a.
Penjahitan luka lebih mudah
b.
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c.
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
d.
Perdarahan kurang
e.
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan rupture
uteri spontan kurang / lebih kecil.
Kekurangan :
a.
Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga
dapat menyebabkan arteri uterine putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang
banyak
b.
Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi(16).
4.
Sectio
caesarea ekstraperitonealis
Tanpa membuka peritoneum
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal(16).
5.
Sectio
caesarea vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan sebagai berikut :
a.
Sayatan
memanjang ( longitudinal ) menurut kroning
b.
Sayatan
melintang ( tranfersal ) menurut Kerr
c.
Sayatan
huru T ( T- incition )
Sectio
Caesaria ekstra peritonealis dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi
nifas, dengan kemajuan terhadap terapi infeksi. Teknik ini tidak lagi dilakukan
krena tekniknya sulit, juga sering terjadi ruptur nperitoneum yang tidak dapat
dihidarkan(16).
2.3
Teknik
Sectio caesarea
1.
Sectio
caesarea primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan janin akan dilahirkan secara Sectio caesarea,
tidak diharapkan lagi kelahiran biasa. Misalnya pada panggul yang sempit (CV
kecil dari 8 cm) (8)
2.
Sectio
caesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan),
bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan Sectio
caesarea(8).
3. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section)
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami Sectio caesarea (previous caesarean
section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan Sectio caesarea ulang(8).
4. Sectio caesarea Histerektomi (Caesarean section
hysterectomy)
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea,
langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi(8).
5. Operasi Porro (Porro Operation)
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya
janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan
infeksi rahim yang berat(8).
6. Sectio caesarea pastmortem (postmortem caesarean section)
Adalah Sectio caesarea segera pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal
tiba-tiba sedangkan janin masih hidup(8).
7.
Sectio
Caesarea klasik atau corporal
Incise
memanjang pada segmen atas Uterus(8).
8.
Sectio
Caesarea transperitonealis profunda
incise pada segmen bawah rahim. Tehnik ini paling sering dilakukan(8).
9.
Sectio
Caesarea extra peritonealis
Rongga peritoneum tidak dibuka. Dulu dilakukan pada
pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang dilakukan(8).
10. Caesarean Section Hysterectomy
Setelah section caesarea dikerjakan hysterektomi
dengan indikasi : atonia uteri, placenta accrete, myoma uteri, infeksi intra
uterin yang berat(8).
Buka
dinding perut dengan 2 cara pilihan
a. Insisi Vertikal
1. Keuntungan :
a) Akses
ke rongga abdomen dan uterus lebih baik
b) Perdarahan
lebih sedikit
c) Orientasi
ke bagian atas dan bawah menjadi lebih mudah
d) Waktu
operasi lebih singkat(2)
2. Keterbatasan :
a)
Resiko dehiscence dan hernia lebih
tinggi karena pasokan darah kurang baik
b)
Kurang kosmetik(2).
3.
Cara insisi vertikal
a)
Buat 2-3 cm insisi vertikal pada fascia
b) Gunakan
Forceps atau koher untuk memegang tepi sayatan fascia, angkat dengan
menggunakan gunting, perluas sayatan keatas dan bawah.
c) Pisahkan
musculus rectus abdominalis secara tumpul.
d) Gunakan
jari untuk menembus peritoneum dekat umbilicus
e) Perluas
sayatan peritoneum dengan gunting kebagian atas dan bawah sehingga uterus
ditampakan dengan jelas.
f) Sayat
plika vesiko uterina dan segmen bawah rahim hingga menembus rongga uterus(2).
b.
Insisi
transversal
1.
Keuntungan :
a)
Lebih
kosmetik
b) Insiden
hernia lebih kecil(2)
2. Keterbatasan
a)
Waktu operasi lebih lama (terutama yang
kurang berpengalaman)
b) Perdaran lebih banyak
c) Terbatasnya
akses kebagian atas dan bawah rongga abdomen (2)
3. Cara
insisi transversal
a)
Buat insisi transversal pada kulit
perut, sekitar 3 cm dibawah garis diantara kedua spina iliaka anterior
superior. Panjang insisi sekitar 16-18 cm.
b) Perdalam
insisi dibagian tengah ( 3-4 cm ) menembus lemak bawah kulit hingga kelapisan
fascia musculus rectus.
c) Buat
sayatan transversal pada fascia musculus rectus kemudian perlebar ke lateral
kiri dan kanan.
d) Masukkan
jari diantara musculus rectus dan pisahkan otot tersebut untuk menampakkan
peritoneum.
e) Buka
peritoneum parietalis dengan ujung jari kemudian perlebar ke lateral. (2)
Indikasi
sectio caesarea
Maternal
1.
CPD / panggul sempit absolut
2.
Persalinan Abnormal
3.
Sectio
caesarea ulangan dengan indikasi yang sama
4.
Perdarahan
antepartum
5.
Obstruksi jaringan lunak
6.
Kegagalan
induksi paesalinan
7.
Tumor –tumor jalan lahir yang
menimbulkan obstruksi
8.
Stenosis serviks / vagina
9.
Plasenta previa
10.
Ruptura uteri membakat(2).
Bayi
1.
Persistent
fetal distress
2.
Malpresentasi
3.
Postmaturitas
dan gawat janin (induksi persalinan)
4.
Hamil kembar / Ganda
5.
Prolapsus tali pusat ( anak Hidup)(2).
Indikasi
Absolut
Adalah
setiap keadaan yang membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin
terlaksana, yaitu (5):
1. Kesempitan
panggul yang sangat berat
2. Neoplasma
yang menyumbat jalan lahir
Indikasi
relatif
Adalah
kelahiran lewat vagina bisa terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa
sehingga kelahiran lewat section caesarea akan lebih aman bagi ibu, anak
ataupun keduanya(5).
Kontra
Indikasi Sectio Caesaria
Pada umumnya
sectio caesaria tidak dilakukan pada :
1.
Janin mati
2.
Syok, anemia berat, sebelum diatasi.
3.
Kelainan kongenital berat ( monster )
4.
Kalau janin sudah mati atau berada dalam
keadaan jelek sehingga kemungkinan
hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi
berbahaya yang tidak diperlukan
5.
Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi
yang luas dan fasilitas untuk caesarea extraperitoneal tidak tersedia
6.
Kalau dokter bedahnya tidak
berpengalaman, kalau keadaannya tidak menguntungkan bagi pembedahan, atau
7.
Kalau tidak tersedia tenaga asisten yang
memadai(5).
Penyebab
Operasi Caesar
Faktor
Janin
1. Bayi
terlalu besar
2. Kelainan
letak
a. Letak
Sungsang
Risiko
bayi lahir sungsang pada persalinan alami diperkirakan 4 kali lebih besar
dibandingkan lahir dengan letak kepala yang normal. Oleh karena itu, biasanya
langkah terakhir untuk mengantisipasi hal terburuk karena persalinan yang
tertahan akibat janin sungsang adalah operasi. Namun, tindakan operasi untuk
melahirkan janin sungsang baru dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu
posisi janin yang berisiko terjadinya “macet” ditengah proses persalinan. (23)
b. Letak
Lintang
Penanganan
untuk kelainan letak lintang ini juga sifatnya sangat individual. Apabila
dokter memutuskan untuk melakukan tindakan operasi, sebelumnya sudah
memperhitungkan sejumlah faktor demi keselamatan ibu dan bayinya. Mengapa janin
letak lintang ?. kelainan letak lintang dapat disebabkan oleh banyak faktor
baik janinnya sendiri maupun keadaan ibu. Di antaranya, adanya tumor di jalan
lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plasenta
previa, cairan ketuban yang banyk, kehamilan kembar, dan ukuran janin. Keadaan
ini menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin
di dalam jalan lahir. Apabila dibiarkan terlalu lama, keadaan ini dapat
mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan menyebabkan kerusakan pada otak
janin. Oleh karena itu, harus segera dilakukan operasi untuk mengeluarkannya.
(23)
3. Ancaman
gawat janin ( fetal distress )
Keadaan
gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera
melakukan operasi(23).
4. Janin
Abnormal
Janin
sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetik, dan
hidrosephalus, dapat menyebabkan dokter memutuskan dilakukan operasi(23).
Faktor
Plasenta
Ada beberapa kelainan plesenta yang menyebabkan
keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalinan
dengan operasi.
1. Plasenta
previa
2. Plasenta
lepas
3. Plasenta
accrete
4. Vasa
previa(5)
Faktor
kelainan tali pusat
1. Prolaps
tali pusat ( tali pusat menumbung )
2. Terlilit
tali pusat
Faktor
Ibu
1. Usia
2. Tulang
Panggul
3. Persalinan
sebelumnya dengan operasi caesar
Faktor
hambatan jalan lahir
Kelainan
kontraksi rahim
Ketuban
pecah dini
Rasa
takut kesakitan(5).
Komplikasi
Sectio caesarea
Pada Ibu
Telah dikemukakan bahwa dengan kemajuan tehnik
pembedahan, dengan adanya antibiotika, dan dengan persediaan darah yang cukup, sectio
caesarea sekarang jauh lebih aman daripada dahulu. Angka kematian di Rumah
Sakit dengan fasilitas yang baik dan tenaga-tenaga yang kompeten kurang dari 2
per 1000. (23)
Pada Bayi
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang
dilahirkan dengan sectio caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi
alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik di negara-negara
dengan pengawasan antenatl dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca sectio
caesarea berkisar antara 4 dan 7 %. (23)
Komplikasi-komplikasi lain yang
bisa timbul adalah :
1. Perdarahan
2. Infeksi
Puerpural
3. Luka
kandung kencing, embolisme paru-paru
4. Alergi
(11)
Resiko
Persalinan Secara Sectio Caesaria
Resiko persalinan secara Sectio Caesaria dibagi menjadi(30)
:
Resiko
Jangka Pendek
a.
Infeksi
pada bekas jahitan
Infeksi luka akibat sectio caesaria berbeda dengan luka
persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah dilihat, sedangkan
luka akibat sectio Caesaria besar dan berlapis-lapis. Untuk diketahui, ada
sekitar 7 lapisan mulai dari dinding perut sampai dinding rahim, yang setelah
operasi selesai, masing-masing lapisan dijahit tersendiri, jadi bisa ada 3-5
lapisan jahitan. Bila penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih mudah
terjadi infeksi sehingga luka menjadi lebih parah. Bukan tidak mungkin
dilakukan penjahitan ulang. (13)
b.
Infeksi
Rahim
Infeksi rahim terjadi jika ibu sudah terkena infeksi
sebelumnya, misalnya mengalami pecah ketuban. Saat dilakukan operasi, rahimpun
terinfeksi. Apalagi jika antibiotik yang digunakan tidak cukup kuat.
(13)
c.
Keloid
Keloid atau jaringan parut mincul pada organ tertentu
karena pertumbuhan berlebihan. Sel-sel pembentuk organ tersebut, ukuran sel
meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut. Perempuan yang kecenderungan
keloid tiap mengalami luka niscaya mengalami keloid pada sayatan bekas
operasinya.
d.
Cedera
pembuluh darah
Pisau atau gunting yang dipakai dalam operasi berisiko
mencederai pembuluh darah, misalnya tersayat. Kadang cedera terjadi pada penguraian
pembuluh darah yang lengket. Ini adalah salah satu sebab mengapa darah yang
keluar pada persalinan sectio caesaria lebih banyak dibandingkan persalinan
normal. (13)
e.
Cedera
pada kandung kemih
Kandung kemih letaknya pada dinding rahim. Saat Sectio Caesaria dilakukan, organ ini bisa saja
terpotong. Perli dilakukan operasi lanjutan untuk memperbaiki kandung kemih
yang cedera tersebut.(13)
f.
Perdarahan
Perdarahan tidak bisa dihindari dalam proses persalinan.
Namun, darah yang hilang lewat sectio caesaria dua kali lipat dibandingkan
persalinan normal(13)
g.
Air
ketuban masuk dalam pembuluh darah
Selama sectio caesaria berlangsung, pembuluh darah
terbuka. Ini memungkinkan komplikasi berupaa masuknya air ketuban ke dalam
pembuluh darah ( embolus ). Bila embolus mencapai paru-paru, terjadilah apa
yang disebut pulmonary embolism, jantung dan pernafasan ibu bisa berhenti
secara tiba-tiba. Terjadilah kematian mendadak.
(13)
h.
Pembekuan
darah
Pembekuan darah dapat
terjadi pada urat halus di bagian kaki atau organ panggul. Jika bekuan
ini mengalir ke paru-paru, terjadilah embolus.
i.
Kematian
saat persalinan
Beberapa
penelitian menunjukkan, angka kematian ibu pada sectio caesaria lebih tinggi
dibandingkan persalinan normal. Kematian umumnya disebabkan karena kesalahan
pembiusan, atau perdarahan yang tidak ditangani secra tepat.
(13)
j.
Kelumpuhan
kandung kemih
Usai
sectio Caesaria, ada kemungkinan ibu tidak tidak bisa buang air kecil karena
kandung kemihnya kehilangan daya gerak ( lumpuh ). Ini terjadi karena saat
proses pembedahan kandung kemih terpotong.
(13)
k.
Hematoma
Hematoma adalah perdarahan pada rongga tertentu, jika
ini terjadi selaput disamping rahim akan membesar membentuk kantung akibat
pengumpulan darah yang terus menerus. Akibatnya fatal, yaitu kematian ibu.
Sebenarnya, kasus ini juga bisa terjadi pada persalinan normal. Tetapi
mengingat resiko perdarahan pada sectio caesaria lebih tinggi, risiko hemetoma
pun lebih besar. (13)
l.
Usus
terpilin
Sectio caesaria mengakibatkan gerak peristaltik usus
tidak bagus, kemungkinan karena penanganan yang salah akibat manipulasi usus,
atau perlekatan usus saat mengembalikannya ke posisi semula.
(13)
m.
Keracunan
darah
Keracunan darah pada sectio caesaria dapat terjadi
karena sebelumnya ibu sudah mengalami infeksi. Ibu yang di awal kehamilan
mengalami infeksi bawah rahim, berarti air ketubannya sudah mengandung kuman.
Jika ketuban pecah dan didiamkan, kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk
karena bernanah. Selanjutnya kuman masuk ke dalam pembuluh darah ketika operasi
berlangsung, dan menyebar keseluruh tubuh. Keracunan darah yang berat dapat
menyebabkan kematian ibu. (13)
Risiko
Jangka Panjang
a.
Masalah
psikologis
Berdasarkan penelitian, perempuan yang mengalami Sectio
caesaria mempunyai perasaan negatif usai menjalaninya ( tanpa memperhatikan
kepuasan hasil operasi ). Depresi pasca persalinan juga masalah yang sering
muncul. Beberapa mengalami reaksi stess pascatrauma berupa mimpi buruk, kilas
balik, atau ketakutan luar biasa terhadap kehamilan. Masah psikologis ini
lama-lama kan mengganggu kehidupan rumah tangga atau menyulitkan pendekatan
terhadap bayi. Hal ini muncul jika ibu tidak siap menghadapi operasi.
(8)
b.
Perlekatan
organ bagian dalam
Penyebab perlekatan organ bagian dalam pasca sectio
caesaria adalah tidak bersihnya lapisan permukaan dari noda darah. Terjadilah
perlengketan yang menyebabkan rasa sakit pada panggul, masalah pada usus besar,
serta nyeri pada saat melakukan hubungan seksual. Jika kelak dilakukan sectio
caesaria lagi, perlekatan yang menimbulkan kesulitan teknis hingga melukai
organ lain, seperti kandung kemih atau usus.
(8)
c.
Pembatasan
kehamilan
Dulu, perempuan yang pernah mengalami sectio caesaria
hanya boleh melahirkan lebih dari itu, bahkn smpai 5 kali. Tapi risiko dan
komplikasi lebih berat.(8)
Risiko
Persalinan Selanjutnya
a.
Sobeknya
jahitan rahim
Ada 7 lapisan jahitan yang dibuat saat sectio caesaria.
Yaitu jahitan pada kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam
perut, lapisan luar rahim dan rahim. Jahitan rahim ini dapat sobek pada
persalinan berikutnya. Makin sering
menjalani sectio caesaria makin tinggi risiko terjadinya sobekan.
(8)
b.
Pengerasan
plasenta
Plasenta bisa tumbuh ke dalam melewati dinding rahim,
sehingga sulit dilepaskan. Bila plasenta sampai menempel terlalu dalam ( sampai ke myometrium ), harus
dilakukan pengangkatan rahim karena palsenta mengeras. Risikonya terjadi
plasenta ini bisa meningkat karena sectio caesaria.
(8)
c.
Tersayat
Ada dua pendapat sol kemungkinan tersayatnya bayi saat
sectio caesaria. Pertama, habisnya air ketuban yang membuat volume ruang dalam
rahim menyusut. Akibatnya, ruang gerak bayipun berkurang dan lebih mudah
terjangkau pisau bedah. Kedua, pembedahan lapisan perut selapis demi selapis
yang mengalirkan darah terus menerus. Semburan darah membuat janin sulit
terlihat. Jika pembedahan dilakukan tidak hati-hati, bayi bisa tersayat di
dalam kepala atau bokong. Terlebih dinding rahim sangat tipis.
(8)
d.
Masalah
pernafasan
Bayi yang lahir lewat sectio caesaria cenderung mempunyai
masalah pernafasan yaitu nafas cepat dan tak teratur. Ini terjadi karena bayi
tidak mengalami tekanan saat lahir seperti bayi yang lahir alami sehingga
cairan paru-parunya tidak bisa keluar. Masalah pernafasan ini akan berlanjut
hingga beberapa hari setelah lahir. (8)
e.
Angka
APGAR rendah
Angka APGAR adalah angka yang mencerminkan kondisi umum
bayi pada menit pertama dan menit ke lima. Rendahnya angka APGAR merupakan efek
anestesi dari sectio caesaria, kondisi bayi yang stress menjelang lahir, atau
bayi tidak distimulasi sebagaiman bayi yang lahir lewat persalinan normal.
Berdasarkan penelitain, bayi yang lahir lewat sectio caesaria butuh perawatan
lanjutan dan alat bantu pernafasan yang lebih tinggi dibandingkan bayi lahir
normal(8).
Persiapan
Operasi Sectio Caesarea
Persiapan tempat
Pastikan bahwa :
a.
Ruang yang hangat dan bersih
b.
Air bersih dan mengalir
c.
Air DTT atau larutan klorin
d.
Tempat tidur yang bersih
e.
Penerangan yang cukup
f.
Meja atau troli untuk menaruh peralatan
Persiapan alat
a. Mulai dan akhiri tindakan dengan menghitung instrumen, alat- alat
tajam, dan kasa :
1) Lakukan penghitungan setiap ruang tubuh
2) Catat pada rekam medis dan cocokkan sampai sesuai
b.
Memakai alat- alat tajam
harus memperlihatkan “zona aman” juga pada waktu saling memindahkan / memberikan:
1)
Pergunakan bengkok untuk memberikan / menerima alat- alat tajam,
2) Cara
memberikan dengan ujung yang tumpul pada si penerima
c.
Sesuaikan dengan prosedur
tetap peralatan yang akan digunakan(6).
Menurut Manuaba Persiapan
alat operasi kebidanan tergantung dari jenis tindakan dengan memperhitungkan:
a.
Berdasarkan indikasi
b.
Berdasarkan keadaan
(kondisi) penderita
c.
Tindakan yang paling tringan
dan aman
d.
Penyulit operasi.(6)
Persiapan penolong
a.
Masker
b.
Scort/ celemek
c.
Kacamata
d.
Alas kaki tertutup/ sepatu
boot
e.
Cuci tangan :
1)
Lepaskan semua perhiasan
2)
Angkat tangna lebih tinggi
dari siku, basahi tangan dan merata dan pakai kllorheksisin, hibiskum, atau sabun.
3)
Mulai dari ujung jari dengan
gerakan sirkuler kenakan seluruh busanya dan cuci: antara semua jari sela- sela
dan telapak tangan, dari ujung jari, yang satu selesaikan sampai siku, baru
pindah ke tangan yang lain
4)
Basuh tangan satu per satu
secara terpisah, mulai dari ujung jari dan pertahankan tangan di atas siku
terus menerus
5)
Cuci tangan selama 3- 5
menit
6)
Pergunakan handuk kecil
steril setiap tangan. Usap dari ujung jari ke siku.
7)
Pastikan setelah cuci tangan
tidak terkena kontka dengan objek objek yang tidak steril/ DTT. Jika kontak
langsung ulang cuci tangan dari awal.(6)
Persiapan Pasien
a.
Terangkan prosedur yang akan
dilakukan pada pasien. Jika pasien tak sadar terangkan pada keluarganya.
b.
Dapatkan persetujuan
tindakan medis
c.
Bantu dan usahakan pasien
dan keluarganya siap secara mental
d.
Cek kemungkinan alergi dan
riwayat medis lain yang diperlukan
e.
Siap contoh darah untuk pemeriksaan
hemoglobin dan golongan darah. Jika diperkirakan lapangan insisi dengan sabun
dan air.
f.
Cuci dan bersihkan lapangan
insisi dengan sabun dan air.
g.
Jangnlah mencukur rambut
pubis karena hal ini dapat menambah resiko infeksi luka. Rambut pubis hanya
dipotong/ dipendekkan kalau diperlukan.
h.
Pantau dan catat tanda vital
(tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu)
i.
Berikan premedikasi yang
sesuai
j.
Berikan antasid untuk
mengurangi keasaman lambung (sodium sitrat 0,3% atau Mg trisilikat 300 mg)
k.
Pasang kateter dan pantau pengeluaran
urin
l.
Pastikan semua informasi
sudah disampaikan pada seluruh tim bedah(6).
Trial
Of Labor Setelah Sebelumnya pernah Dilakukan Sectio Caesarea
Prasyarat
a.
Bekas insisi tunggal yang melintang dan
pada bagian cervikal bawah uterus
b.
Indikasi untuk prosedur pertama bukan
disproporsi.
c.
Harapan akan kelahiran dan persalinan
yang mudah. (5)
Kontraindikasi
a.
Bekas insisi vertikal tipe apapun
b.
Insisi yang tipenya tidak diketahui.
c.
Pernah sectio caesarea lebih dari satu
kali.
d.
Saran untuk tidak melakukan trial of
labor dari dokter bedah yang
melaksanakan pembedahan pertama.
e.
Panggul Sempit
f.
Presentasi abnormal, seperti presentasi
dahi, bokong atau letak lintang.
g.
Indikasi medis untuk segera mengakhiri
kehamilan, termasuk diabetes, toxemia gravidarum dan plasenta previa(5).
Pedoman
Penatalaksanaan Trial Of Labor
a.
Harus ada staf dokter
b.
Darah harus tersedia dan sudah dilakukan
cross – matching.
c.
Ada monitoring fetal dan maternal baik
secara elekronik maupun personal.
d.
Trial of labor dilakukan terus sampai
terjadi kelahiran per vaginam atau
dikerjakannya sectio caesarea.
e.
Indikasi utama sectio caesarea adalah
macetnya kemajuan persalinan, gawat janin, dan adanya kecurigaan ruptura dalam
uterus.
f.
Oxytocin dapat digunakan untuk membantu
persalinan pada kasus – kasus yang terpilih.
g.
Eksplorasi manual jaringan dalam uterus
harus dilakukan setelah kelahiran selesai(5).
Umur
Umur adalah lama
waktu hidup atau sejak dilahirkan(14). Usia 20-30 tahun merupakan
usia yang paling baik untuk hamil dan bersalin. Dalam kurun reproduksi sehat
ini, sebagian besar wanita dapat menjalani masa kehamilan, persalinan dan nifas
dalam kondisi yang optimal sehingga ibu dan bayinya dalam keadaan sehat(15).
Faktor umur si ibu mempunyai pengaruh terhadap
kehamilan dan persalinan. Ibu yang berumur dibawah 20 tahun atau diatas 35
tahun sangat berisiko untuk persalinan patologis sebagai indikasi persalinan sectio caesaria.
Kehamilan ibu dengan usia dibawah 20 tahun berpengaruh kepada kematangan fisik
dan mental dalam menghadapi persalinan. Rahim dan panggul ibu seringkali belum
tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan kesehatan dan keselamatan
janin dalam kandungan. Selain itu mental ibu belum cukup dewasa sehingga sangat
meragukan pada ketrampilan perawatan diri ibu dan bayinya. Bahaya yang dapat terjadi antara lain : bayi
lahir belum cukup bulan, perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir ataupun
setelah bayi lahir. Kebutuhan pertolongan medik, bila terdapat kelainan yaitu ;
1) janin tidak dapat lahir normal, biasa dengan tenaga ibu sendiri.2)
Persalinan membutuhkan tindakan kemungkinan operasi sectio caesaria. 3)
Bayi yang lahir kurang bulan membutuhkan perawatan khusus.
Sebaliknya usia ibu diatas 35 tahun atau lebih, dimana
pada usia tersebut terjadi perubahan pada jaringan alat – alat kandungan dan
jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu ada kecenderungan didapatkan penyakit
lain dalam tubuh ibu. Bahaya yang dapat terjadi pada kelompok ini adalah ;1)
Tekanan darah tinggi dan pre-eklampsi. 2) Ketuban pecah dini yaitu ketuban pecah sebelum
persalinan dimulai. 3) Persalinan tidak lancar atau macet. 4) Perdarahan
setelah bayi lahir. Kebutuhan
pertolongan medik yang dilakukan adalah ; 1) Perawatan kehamilan teraturagar
dapat ditemukan penyakit / faktor risiko lain secara dini dan mendapat
pengobatan. 2) Pertolongan persalinan membutuhkan tindakan sectio caesaria.
Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah
antara umur 20 – 35 tahun, karena pada usia tersebut rahim sudah siap menerima
kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat sendiri bayi dan dirinya
(Draper, 2001)
Menurut Depkes RI menyatakan bahwa ibu sebaiknya hamil pada umur 20 – 35 tahun, karena masa
tersebut merupakan masa yang aman untuk hamil alasanya, mulai umur 20 tahun rahim
dan bagian –bagian lainya sudah benar – benar siap untuk untuk menerima
kehamilan. Pada umur tersebut biasanya wanita
sudah merasa siap untuk menjadi ibu. Dan
sebaiknya tidak hamil pada usia >35 tahun, karena kesehatan tubuh ibu sudah tidak
sebaik pada umur 20 – 35 tahun, biasanya ibu sudah mempunyai dua anak atau lebih, kemungkinan memperoleh anak
cacat lebih besar. Menurut Depkes RI menyatakan bahwa kehamilan pada umur dibawah 20 tahun rahim dan panggul ibu
belum berkembang dengan baik, hingga perlu
diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan
yang sulit dan keracunan hamil, sedangkan kehamilan
pada usia > 35 tahun kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik seperti pada umur 20 – 35 tahun sebelumnya, hingga perlu
diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan
lama, perdarahan dan risiko cacat bawaan(24).
Tahun 2007 penelitian
Ginting D di Rumah
Sakit dr.Pirngadi Medan menerangkan
bahwa kelompok umur
20-35 tahun memiliki
proporsi tertinggi 79,3%(15).
Operasi sectio
cesarean menurut Irmayanti di RSUD Dr. Pirngadi Medan periode Januari - Mei
tahun 2010 mayoritas ibu bersalin dengan
tindakan operasi sectio caesarea sebanyak 19 kasus(63,3%), berdasarkan usia
terbanyak pada usia 20-35 tahun 14 kasus (46,7%).(15)
Sectio caesarea
di RSUD Kelas B Subang tahun 2011 sebagian besar adalah pada usia diantara 20 –
35 tahun (77,2%).(6)
Sectio caesarea
di RS PTPN VIII sebanyak 408 (56,6%) dari 721 persalinan. Sebagian besar pada
usia diantara 20 – 35 tahun (83,3%).
No comments:
Post a Comment